Wednesday, November 05, 2008

Sempu Island in Adventure

Sebuah perjalanan yang juga cukup menakjubkan terulang lagi, mengunjungi salah satu sudut bumi ini yang jarang terjamah manusia. Pulau Sempu, pulau eksotik tak berpenghuni di sebelah selatan malang.

Berangkat dari Surabaya jumat malam, aku janjian dengan teman2ku di kota malang. Kami berencana menginap disana (Malang) semalam, baru paginya ke Sendang biru – Sempu.

Perjalanan ke Sendang Biru – Pulau Sempu memakan waktu sekitar 2 jam dari malang kota. Jalannya naik turun, dengan tikungan yang tajam. Harus ekstra hati-hati ketika berkendara, seperti yang dialami temenku. Pengennya niru Valentino Rossi di MotoGP yang berkcecepatan tinggi saat menikung, namun badannya malah lecet-lecet terjatuh saat di tikungan. Meski siapa cepat dia dapat, Tapi biar lambat asal selamat. Silakan pilih dua pepatah yang sesuai. Tergantung sikon, untuk kasus ini aku jelas memilih pepatah kedua.

Memasuki pantai sendang biru, kami ditarik retribusi. Sebagai warga negera yang baik aku membayar 4500 rupiah untuk orang plus kendaraannya. Kami langsung ngetem sebentar, nitipkan sepeda motor, nyari perahu dan ngurus perizinan ke Cagar Alam Pulau Sempu. Perizinan kena 25 ribu sedang perahunya kena 100 ribu.

Dari pantai dimana kami dilabuhkan di pulau Sempu, perjalanan dilanjutkan dengan jalan kaki menuju segoro anakan. Awalnya kami bergembira ria, namun kelamaan ternyata beban di pundak kami terasa berat. Aku barter dengan temanku, Carrierku kuserahkan padanya dan aku ganti yang membawa galon. Berdasarkan pengalaman teman yang pernah kesini, air tawar merupakan permasalahan utama. Karena belum tentu kami menemukan air tawar, makanya kami beranikan membawa air berlebih, 2 galon, 2 jirigen dan banyak botol air mineral.
Sampai segoro anakan aku tercengang, tempat ini benar-benar mirip The Beach. Dikelilingi oleh perbukitan, tempat tersebut aman dari ombak besar Samudra Hindia. Ombak hanya mampu menerobos karang bolong yang menyebabkan cekungan air seperti membentuk danau atau telaga. So Beautifull...
Nyebrang ke Sempu
Di Pantai Tak Bernama

Pas nyampai di segoro anakan pun tenda kami sudah berdiri karena aku termasuk di akhir rombongan. Kelelahan karena menggotong galon seakan terbayar dengan pemandangan indah ini. Kami langsung berhamburan, mencari sudut terbaik untuk take a photo.

Siang yang terik tak menghalangi teman-temanku untuk segera berenang di segoro anakan. Tidak terlalu dalam memang, Cuma 1 m sampai 1,5 meter, jadi aman-aman aja untuk berenang, sekalipun bagi yang tidak bisa berenang. Tapi hati-hati, ada beberapa bagian yang langsung menjorok dalam dan hati-hati juga menginjakkan kaki karena didasarnya banyak terumbu karangnya.

Di Puncak Bukit

Aku lebih memilih untuk mengalah, menunggu sore. Kulitku sudah hitam, bisa-bisa jadi legam kalau siang yang terik langsung kucelupkan badanku ke air. Setelah sholat ashar baru kuberanikan diri berendam bersama teman-teman. Itupun tidak lama, karena badanku sudah menggigil duluan.

Sepakbola pantai, menjadi acara sore itu. Asyik, dengan pasir putih bersih kami tak segan-segan untuk menjatuhkan diri di pasir memperebutkan bola. Seru, dan tim-ku pun juga menang. Capek setelah sepak bola kami beristirahat.

Saat beristirahat, aku melihat ke arah bukit di sebelah barat yang menjulang tinggi menghadap samudra Hindia. Seolah dia tersenyum, menggodaku untuk mendakinya. Apalagi timingnya pas banget, sekitar jam 16.30, saat yang tepat untuk melihat sunset. Tak berpikir lama, akupun beranjak dari tempat dudukku mengajak yang lain untuk menaiki bukit tersebut, yang lainpun sepakat, kami berangkat.

Aku mendaki bukit tersebut sampai ke puncak. Ternyata langkah kami mengundang pengunjung pulau Sempu yang lain untuk mendaki puncak tersebut. Sebelumnya di puncak bukit ada satu-dua orang, dan bertambah ramai ketika kami sampai di puncak bukit itu.

Aku melewatkan sore itu di puncak bukit. Pun ketika teman-turun yang lain sudah turun, aku ingin tetap disitu untuk beberapa saat, sendirian. Ku tatap ke barat, laut yang maha luasnya yang dilingkupi oleh langit gelap sore hari. Matahari jingga tertutup sebagian oleh awan, namun tak mengurangi keindahan lukisan Sang Pencipta sore itu. Bagaimana manusia bisa lupa akan keagungan cipataa illahi ini? Sungguh bodoh orang yang bisa melihat keindahan alam namun tak menyadari siapa penciptanya. Puas menikmati sunset aku beranjak turun, hari sudah gelap.

Tiba di tenda, aku mendapat cerita bahwa sebagian teman-temanku yang lain sudah menemukan sumber air tawar. Tak hanya air tawar, tapi teman-temanku tersebut juga mendapatkan kerang-kerang yang cukup dimakan oleh kami semua. Kami pun merebus kerang-kerang itu, memakannya dengan saus tiram. Sungguh enak, apalagi makannya di tepi pantai segoro anakan, di pergantian sore menuju malam (perhatikanlah pergantian siang dan malam, perhatikan perubahan udaranya...).

Writing my Adventure
Gerimis kecil menyelingi suasana malam itu di pulau sempu. Kami pun bersiap-siap membuat jalan air di sekeliling tenda kami, jaga-jaga kalau nanti malam hujan. Malam itu kami lewatkan dengan makan-makan: nasi dangan mi, snack (pemberian dari tenda sebelah), minum-minum: kopi dan teh. Kami bercerita, ngobrol, bernyanyi, menikmati malam di tepi pantai segoro anakan. Sesekali langit terang benderang, yang jelas itu bukan kilat atau halilintar. Ada juga saat itu bintang jatuh disertai langit yang berubah terang sekilas. Sungguh indah melihat bintang-bintang menghiasi langit malam itu dengan semilir angin pantai.

Aku sempat terlelap malam itu namun terjaga kembali saat mencium aroma gurihnya makanan. Masih ada sisa kerang sore tadi, dan akupun langsung ikut menyantapnya. Sampai sekarangpun aku tidak tahu kenapa saat hawa dingin perut kita bawaannya lapar terus. Tengah malam, aku dan teman-teman kembali masak mi dan kopi untuk mengisi perut. Setelah itu kami menikmati malam sampai subuh. Sempat juga sholat malam di tepi pantai, nuansanya sungguh khusyu’. Seakan seisi pantai ikut beribadah bersama kami.

Paginya, rencana kami adalah menyusuri pulau ini. Pantai panjang, pantai lele dan pantai-pantai lainnya yang kemarin sudah ‘ditemukan’ oleh sebagian teman kami akan kami jejak ulang untuk menambah persedian air tawar. Ternyata memang benar, pantai-pantai tersebut tak kalah eksotiknya dengan segoro anakan. Dan yang lebih penting, di pantai tersebut kami sendirian, seakan kamilah penemu pantai tersebut. Tidak ada sampah, apalagi penjual makanan. Kami seakan menjadi raja di pantai itu.

Our Camp

Jalan menuju sumber air tawar tidak mudah, tidak juga terlalu sulit. Bagi yang sudah biasa naik gunung pasti tidak mengalami kendala, Cuma butuh kehati-hatian karena sebagian jalannya bebatuan cadas. Setelah melewati tiga pantai kami menemukan sumber air tawar tersebut, berupa sumur kecil dengan kedalaman tak lebih dari dua meter. Kami minum, cuci muka, sikat gigi, dan sebagian ada yang keramas di tempat itu. Setelah dirasa cukup, kami pun balik karena siang ini kami sudah harus kembali ke sendang biru. Sampai di segoro anakan-pun ternyata tenda sudah dibongkar oleh teman-teman kami yang tidak ikut mencari air. Barang-barang sebagian juga sudah dipacking. Tingal merapikan dan pulang, tak lupa kami berfoto full team dengan latar segoro anakan. Bukti bahwa kami telah menginjakkan kami di pulau Sempu.

Perjalanan pulang terasa ringan karena sebagian barang sudah terpakai, logistik sisa sedikit dan hanya beberapa botol yang berisi air. Kami puas, kami senang dan ini akan menjadi perjalanan tak terlupakan buat kami. Masih banyak tempat yang belum kami kunjungi, masih ada gunung yang harus didaki. Alam memang bukan untuk ditaklukan, tapi untuk dijadikan sahabat. Sahabat untuk lebih mengenalNya.

Habis Renang, Segerrr

Sunset.. So Beautifull


Friendship... :-)



Foto Sebelum Pulang

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...